Lokakarya tentang penyusunan pedoman dan praktik terbaik untuk pertanian dan pengelolaan perikanan sebagai ekowisata yang berkelanjutan, yang dilaksanakan di Kinabalu – Malaysia tanggal 3 – 4 Mei 2018, Taman Nasional Bunaken menjadi bagian dari perwakilan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dalam pengelolaan perikanan.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendukung pencapaian target environment cluster BIMP-EAGA (Brunei Darusalam, Indonesia, Malaysia, Philippines – East ASEAN Growth Area) dimana outputnya adalah terdapat 2 komunitas yang tercatat memiliki best practicedalam pengelolaan ecotoursm dan mengadopsi standart yang berlaku, 1 komunitas menerapkan best practice farming/fishing, serta 50 SMEs mengadopsi clean and green production technology pada tahun 2025.
Lokakarya penyusunan pedoman dan praktik terbaik untuk pertanian dan pengelolaan perikanan sebagai ekowisata yang berkelanjutan sebagai tindaklanjut dari pertemuan perencanaan strategis di Brunei Daerusalam tanggal 12-14 Februari 2018, dimana diperlukan diskusi lebih lanjut untuk memungkinkan anggota BIMP-EAGA untuk membahas lebih lanjut tentang kompilasi pedoman yang ada dan praktik terbaik dalam hal pertanian dan pengelolaan perikanan untuk ekowisata yang berkelanjutan.
Taman Nasional Bunaken menyampaikan praktik-praktik terbaik kelompok binaan Cahaya Tatapaan yang mengembangkan pengelolaan perikanan di zona tradisional pada wilayah perairan Desa Popareng, Kecamatan Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan. Cahaya Tatapaan merupakan kelompok pelopor mengelola perikanan bertanggung jawab melalui Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Taman Nasional Bunaken.
Kelompok Cahaya Tatapaan mengimplementasikan Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) di zona tradisional, PAAP merupakan Kampanye Kebanggaan kemitraan antara Balai Taman Nasional Bunaken dan Rare Indonesia periode 2014-2017 atas inisiasi perikanan secara global. Dengan mengelaborasikan tatakelola pengelolaan perikanan dan ekowisata pada tahun 2017 Cahaya Tatapaan menjadi salah satu nominator Indonesia Sustainability Toursm Award (ISTA), anugerah wisata berkelanjutan dari Kementerian Pariwisata.
Aktivitas yang dilakukan kelompok Cahaya Tatapaan adalah mengukur panjang dan berat ikan sebagai bagian monitoring terhadap kelangsungan sumber daya perikanan di kawasan konservasi agar ikan terpantau kestabilan tangkapan dan mencegah terjadinya tangkapan berlebih yang mengakibatkan menyusutnya pendapatan dan kelebihan tangkapan. Selain itu menjalankan wisata terbatas dalam paket wisata snorkelling, wisata pantai, wisata menyusuri mangrove dengan perahu katinting, membuat makanan tradisional abon ikan dengan kemasan bambu dan membawa dampak perubahan dalam kepedulian lingkungan seperti penanaman mangrove, transplantasi karang, pendidikan konservasi, pembuatan bak sampah dan bersih pantai serta pelepasan penyu ke alam yang tertangkap jaring oleh anggota kelompok.
Dengan PAAP memberikan solusi spesifik terhadap perikanan tradisional dan skala kecil. Sasaran utamanya adalah kelompok masyarakat nelayan untuk melakukan pengelolaan wilayah perikanan atas kepercayaan yang diberikan Pemerintah yang mengkombinasikan Kawasan Larang Ambil (KLA) sebagai “Tabungan Ikan”. Kepercayaan tersebut ditangkap oleh Cahaya Tatapaan sebagai pioner dan telah dimitrakan dalam Perjanjian Kerjasama tentang Penguatan Fungsi Kawasan Pelestarian Alam Berupa Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemberian Akses Area Perikanan Pada Zona Pemanfaatan Tradisional Taman Nasional Bunaken Nomor : 472/BTNB/TU/TEK/11/2017 dan Nomor : 17/CTT/11/2017 tanggal 29 Nopember 2017.