Bila cuaca cerah dari kejauhan daratan ujung Pulau Sulawesi bagian utara, kita bisa melihat dua pulau yang tampak berdampingan. Pulau tersebut adalah Pulau Nain Induk dan Pulau Nain Kecil. Dengan menumpang perahu dan setelah melewati perairan pulau Mantehage, kita akan sampai di pulau terakhir yang biasa jadi tujuan utama wisata trip 3 pulau yaitu pulau Nain. Namun umumnya wisatawan yang tergabung dalam trip 3 pulau hanya akan singgah di Bungin (pasir timbul) yang dapat dinikmati eksotisnya saat air laut surut selanjutnya mengabadikan melalui berfoto dalam waktu yang singkat.
Tetapi selain bungin yang sudah tersohor, di Pulau Nain menyimpan potensi wisata alam yang menakjubkan. Salah satu puncak bukit Pulau Nain, hamparan area landai dengan rumput hijau. Dengan kelandaiannya itu puncak Nain cocok membangun tenda dan bermalam. Di senja hari yang sejuk kita bisa menikmati sunset view yang terbenam di kejauhan mata memandang. Pagi hari terasa hangat dan nuansa alami dengan kicauan burung dan deburan ombak air laut.
Pulau Nain dihuni masyarakat Suku Bajo yang melegenda. Mereka terkenal karena lebih senang tinggal di atas air laut dengan rumah panggung. Hampir setiap keluarga memiliki katingting (perahu kecil) untuk kegiatan sehari-hari. Akan tetapi potensi wisata yang terpendam itu belum optimal dikembangkan sehingga perlu adanya penyadartahuan sehingga membuka cakrawala masyakarat dalam melihat peluang ekonomi. Dengan demikian Pulau Nain tidak lagi hanya terkenal dengan bungin saja, tetapi wisata alam lain yang bisa meningkatkan peluang usaha ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat Suku Bajo.
Balai Taman Nasional Bunaken berkomitmen melakukan pendampingan dan edukasi kepada masyarakat pulau Nain, mengekpresikan dalam ragam informasi dan publikasi untuk memanfaatkan potensi puncak bukit Pulau Nain sebagai destinasi wisata baru di Taman Nasional Bunaken.
Koresponden: Ermas Isnaeni Lukman, SPi (Penyuluh Pertama)