Taman Nasional Bunaken sebagai kawasan konservasi perairan menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang tinggi. Sumber daya hayati yang beranekaragam tersebut pada umumnya merupakan satwa liar dilindungi. Ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 730/Kpts.-II/1991 tanggal 15 Oktober 1991 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 734/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Utara, memiliki mandatori tersirat untuk perlindungan keberadaan mamalia langka dan dilindungi antara lain duyung (Dugong dugon), terumbu karang (coral reef), keanekaragaman ikan karang hias, dan reptilia seperti penyu, selain itu kawasan Taman Nasional Bunaken dikembangkan sebagai obyek wisata bahari, penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan. Keberadaan satwa yang dilindungi ini sebagai bioindikator kualitas ekosistem perairan pesisir yang sehat. Bilamana masih banyak dijumpai penyu dan dugong dapat dikatakan bahwa ekosistem pesisir yang terdiri dari hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang dalam keadaan baik.
Dugong atau yang lebih populer dikenal dengan nama duyung, memiliki nama ilmiah Dugong dugon. Duyung adalah salah satu jenis mamalia laut herbivora yang termasuk dalam golongan Sirenia atau disebut sapi laut. Dugong aktif memakan tumbuhan laut. Duyung lebih banyak mencari makan di ekosistem padang lamun (seagrass). Jenis lamun yang dikonsumi oleh dugong berasal dari genus halodule, halophila, dan cymodecea. Dari 13 jenis lamun yang ada di perairan Indonesia, ada 3 jenis yang disukai oleh duyung, yaitu Halophila sp., Haludole sp. dan Syringodium isoetifolium (cymodecea).
Balai TN Bunaken selaku pemangku dan pengelola kawasan telah melakukan berbagai giat untuk pelestarian dugong seperti monitoring keberadaaan serta mendokumentasikannya, beberapa bahkan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk melakukan monitoring lapangan. Laporan masyarakat tentang keberadaan dugong menjadi informasi awal pelaksanaan kegiatan tersebut. Hasil perjumpaan petugas lapangan pada tahun 2021 dijumpai kemunculan Dugong di wilayah TN Bunaken bagian selatan. Di Tahun 2022 di Pulau Mantehage tepatnya tanggal 1 April 2022, SPTN Wilayah I. Terbaru pada Mei 2022 perjumpaan satwa liar dugong di perairan Pulau Nain yang dijumpai di permukaan. Dari perilaku yang diamati, diduga satwa dugong tersebut sehabis grazing (merumput) di ekosistem lamun karena berenang bergerak ke arah laut lepas yang lebih dalam menjauh dari pulau. Temuan ini menjadi penting bagi Balai TN Bunaken bahwa eksistensi dugong nyata adanya. Selain itu, ekosistem lamun yang menjadi tempat dugong mencari makan dapat disimpulkan habitat hidup dugong dan ketersediaan makanannya masih terjaga.
Studi literatur yang dilakukan penulis, menjumpai beberapa hal yang menyebabkan dugong menjadi langka dan jarang dijumpai seperti kerusakan lingkungan, perburuan, dan proses reproduksi yang lambat. Dugong sendiri berkembang biak dengan cara vivipar (melahirkan). Kerusakan lingkungan menjadi ancaman bagi kelestarian habitat hidup dugong. Contohnya sampah plastik yang dibuang ke laut dapat membahayakan dugong bilamana tersangkut di ekosistem lamun. Di wilayah lain, dugong masih diburu hidup-hidup & dagingnya dikonsumsi, meskipun sudah dilindungi oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah no. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan & Satwa. Dugong ketika dewasa cenderung hidup soliter sehingga jarang kita mendapatinya dalam sebuah kelompok sehingga tidak adanya upaya perlindungan diri dari pemangsa. Perlu perhatian dan kesadaran bersama untuk menjaga kelestarian ekosistem pesisir di Taman Nasional Bunaken. Kedepan Balai TN Bunaken akan terus memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang beraktifitas atau tinggal di pesisir sebagai mitra konservasi dalam perlindungan dan pengamanan kawasan.
Kontributor: Pandu Wijaya, S.H & Heni Sulastri, S.Hut
Ditulis oleh: Ermas Isnaeni Lukman, S. Pi.