First of all, mau tanya nih? Disini udah pada tau pastinya soal destinasi wisata di Pulau Bunaken kan? Tapi, kali ini saya mau bercerita mengenai pengalaman saya selama tiga hari yaitu pada hari Sabtu-Senin (1-3 mei 2021) di Pulau Mantehage dan Pulau Nain. Yapp, kedua pulau tersebut termasuk kedalam wilayah konservasi Balai Taman Nasional Bunaken.
Pulau Mantehage dan Pulau Nain ini memiliki jarak yang berdekatan dengan Pulau Bunaken, tetapi apabila dihitung jarak dan waktu tempuh dari tempat keberangkatan kami yaitu dari Kantor Balai Taman Nasional Bunaken menuju dermaga Desa Tiwoho dan dilanjutkan menuju Pulau Mantehage maka waktu yang dibutuhkan yaitu selama 1 jam 20 menit. Waktu berangkat kami yaitu pada pagi hari dan tempat pemberhentian pertama kami di Desa Bango, Pulau Mantehage.
Kegiatan pertama yang kami lakukan yaitu membagikan kuesioner mengenai lumba-lumba kepada masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai nelayan kemudian kami juga melakukan identifikasi keanekaragaman hayati yang dilakukan di pesisir Pulau Mantehage. Kegiatan ini dilakukan pada sore hari disaat air laut sedang surut. Pengamatan ini terbagi menjadi dua yaitu mengamati keanekaragaman lamun yang ada disekitar pesisir dan juga pengamatan biota laut berupa ikan, kerang, bintang laut, teripang dan juga bulu babi. Untuk metode yang digunakan dalam pengamatan ini terbagi kedalam beberapa metode yaitu metode tangkap tangan (OTT) jaring dan menggunakan tombak.
Setelah didapati dan dikumpulkan, hasil biota laut tadi dilakukan pengukuran dan penimbangan panjang dan berat masing-masing biota laut serta identifikasi dari biota laut tersebut. Setelah melakukan identifikasi kami menuju mangrove trail Desa Bango dengan menikmati pemandangan hutan magrove yang indah diikuti dengan nyanyian burung yang ada disekitar lokasi mangrove trail.
Menjelang malam hari kami berpindah untuk beristirahat di Desa Tinongko Pulau Mantehage. Keesokan harinya kegiatan pertama yang dilakukan yaitu keberangkatan kami menuju Pulau Nain menggunakan speedboat dengan waktu tempuh selama 2 jam 30 menit. Perjalanan ini memakan waktu lebih lama dikarenakan selama perjalan kami melakukan monitoring lumba-lumba di perairan Pulau Mantehage ke Pulau Nain. Lumba-lumba yang kami lihat berjumlah lebih dari 100 ekor dengan aktivitas lumba-lumba yang sedang melompat dan berenang bersama-sama kawanannya menuju arah Pulau Nain. Kemudian tim melakukan monitoring dengan menggunakan drone dan juga kamera bawah air yang dibawa para penyelam untuk memotret lumba-lumba.
Setelah itu perjalanan kami dilanjutkan menuju Pulau Nain, tetapi sebelum sampai di Pulau Nain kami melewati Pasir Timbul yang ada di wilayah Pulau Nain. Tapi sayangnya pada saat itu lokasi pasir timbul (bungin) yang ada masih belum surut sehingga kami tidak dapat melihat bagaimana pemandangan pasir timbul tersebut, tetapi tak mengapa karena setelah itu kami menuju Pulau Nain yang menyuguhkan pemandangan pegunungan dan rumah apung warga yang begitu cantik. Kegiatan yang kami lakukan di pulau ini tidak jauh berbeda dengan kegiatan di Pulau Mantehage yaitu identifikasi keanekaragaman hayati yang dilakukan dengan identifikasi pada hasil tangkapan nelayan dengan metode jaring dan didapati beberapa spesies ikan. Dan untuk kegiatan monitoring lumba-lumba juga dilaksanakan dengan mengambil data kuesioner dari masyarakat sekitar untuk mendapatkan data lumba-lumba dan duyung yang teramati oleh masyarakat di Pulau Nain. Tetapi ada satu hal yang membuat saya begitu sedih dikarenakan di Pulau Nain ini masih kurangnya kesadaran para masyarakat setempat akan lingkungan, karena banyak sekali sampah yang saya lihat dibuang sembarangan dan sampai mencemari lingkungan pesisir laut, hal ini nantinya akan membawa dampak buruk bukan hanya bagi diri kita tetapi juga bagi orang lain.
Pengalaman saya ketika berkunjung kedua pulau ini sangat menyenangkan dan mengesankan. Terlebih lagi ini adalah pengalaman pertama saya untuk mengunjungi Pulau Mantehage dan Pulau Nain dan melihat proses kegiatan dari Balai Taman Nasional Bunaken yang menurut saya sangat membawa dampak baik bagi konservasi lingkungan dan juga hewan yang ada di sekitar Kawasan Taman Nasional Bunaken.
Semoga apa yang kita jaga,rawat dan cintai nantinya akan kembali membawa dampak baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain.
Kalau bukan kita, siapa lagi?
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Penulis,
Putri Sri Anggini
Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT