Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada Pasal 1 ayat 2, pengertian konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Cagar alam dan suaka margasatwa merupakan Kawasan Suaka Alam (KSA), sementara taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Indonesia memiliki kawasan konservasi yang tersebar di seluruh wilayah propinsi yang sebagian besar atau 60,2% kawasan konservasi berstatus sebagai taman nasional yang memiliki pengakuan global seperti World Herittage, Biosphere Reserve, ASEAN Herritage dan Ramsar site. Bunaken Tangkoko Minahasa ditetapkan sebagai cagar biosfer oleh UNESCO pada Oktober 2020.
Dalam pengelolaan kawasan konservasi diperlukan dukungan disiplin ilmu yang beragam, pendekatan multipihak, didukung kebijakan yang konsisten dan adaptif oleh pemerintah mulai dari pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan, desa, gampong, mukim, sampai ke tingkat tapak, dengan pendampingan yang juga konsisten dan tepat sasaran dari CSO, universitas setempat, local champion, para aktivis, dan staf resort.
Tujuan pengelolaan kawasan konservasi agar dapat memberikan manfaat jangka pendek sekaligus menjamin nilai-nilai kemanfaatan jangka lintas generasi. Pemerintah yang mendapatkan mandat dari rakyat untuk menjamin tujuan pendek dan jangka panjang tersebut dapat diwujudkan.
Konservasi alam bukan hanya sekedar pekerjaan. Ia adalah jalan hidup yang dipilihkan Tuhan kepada kita. Maka bersyukurlah dengan cara bekerja ikhlas, bekerja keras, dan bekerja cerdas dalam menjalaninya
(Wiratno, 1 Maret 2018).
Penulis : Clarina Shinta J.